Sahnya iman seseorang adalah dengan menyebutkan syahadatain. Kesempurnaan iman seseorang bergantung kepada pemahaman dan pengamalan syahadatain. Syahadatain membedakan manusia kepada muslim dan kafir. Pada dasarnya setiap manusia telah bersyahadah Rububiyah di alam arwah, tetapi ini saja belum cukup. Untuk menjadi muslim, mereka harus bersyahadah Uluhiyah dan syahadah Risalah di dunia.
Rasulullah bersabda kepada Muadz bin Jabal saat mengutusnya ke penduduk Yaman, “Kamu akan datang kepada kaum ahli kitab. Jika kamu telah sampai kepada mereka, ajaklah mereka agar bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka lima shalat setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, hati-hatilah kamu terhadap kemuliaan harta mereka dan waspadalah terhadap doanya orang yang dizalimi, sebab antaranya dan Allah tidak ada dinding pembatas.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berikut ini pernyataan Rasulullah saw. tentang misi Laa ilaha illallah dan kewajiban manusia untuk menerimanya.
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan hal itu, terperiharalah darah dan harta benda mereka kecuali dengan haknya, sedangkan hisab mereka kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pentingnya mengerti, memahami, dan melaksanakan syahadatain. Manusia berdosa akibat melalaikan pemahaman dan pelaksanaan syahadatain.
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” [QS. Muhammad (47): 19].
Kalimat “dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan” menunjukan bahwa ketidakkonsistenan sikap seseorang dengan pernyataan tauhidnya (Laa ilaaha illallah) adalah perbuatan dosa. Karena pernyataan tersebut pada hakikatnya adalah pernyataan ikrar kecintaan, ketaatan, dan rasa takut hanya kepada Allah semata. Maka, bila seseorang muslim tidak menunaikan shalat, tidak menutup aurat, dan atau terlibat dalam pergaulan bebas antar lawan jenis, hal itu merupakan sikap tidak konsisten dengan pernyataan Laa ilaaha illallah. Karena dengan sikap seperti itu, cinta, taat, dan rasa takutnya tidak diarahkan kepada Allah, tetapi kepada hawa nafsunya sendiri.
Manusia menjadi kafir karena menyombongkan diri terhadap Laa ilaha illallah dan tidak mau mengesakan Allah.
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri.” [QS. As-Shaffat (37): 35].
Yang dimaksud menyombongkan diri ketika diperdengarkan kalimat ”Laa ilaaha illallah” tidak semata-mata karena tidak mau mengucapkan atau mendengarkannya, tetapi yang yang dimaksud adalah substansinya, yaitu hanya taat, takut dan cinta kepada Allah. Karena itu kesombongan diri dalam ayat ini maksudnya adalah sikap tidak mau taat dan tunduk kepada perintah Allah, seperti tidak mau mengerjakan shalat, tidak menutup aurat, tidak menjauhi pergaulan bebas, berkhalwat dengan yang bukan mahramnya, dan sebagainya.
Yang dapat bersyahadat dalam arti sebenarnya adalah hanya Allah, para malaikat, dan orang-orang yang berilmu, yaitu para nabi dan orang yang beriman kepada mereka.
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan; para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu): tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Ali Imran (3): 18].
Manusia bersyahadah di alam arwah sehingga fitrah manusia mengakui keesaan Allah. Ini perlu disempurnakan dengan syahadatain sesuai ajaran Islam.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mMereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” [QS. Al-A’raf (7): 172].
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حِينَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
Rasulullah bersabda kepada Muadz bin Jabal saat mengutusnya ke penduduk Yaman, “Kamu akan datang kepada kaum ahli kitab. Jika kamu telah sampai kepada mereka, ajaklah mereka agar bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka lima shalat setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, hati-hatilah kamu terhadap kemuliaan harta mereka dan waspadalah terhadap doanya orang yang dizalimi, sebab antaranya dan Allah tidak ada dinding pembatas.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berikut ini pernyataan Rasulullah saw. tentang misi Laa ilaha illallah dan kewajiban manusia untuk menerimanya.
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan hal itu, terperiharalah darah dan harta benda mereka kecuali dengan haknya, sedangkan hisab mereka kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pentingnya mengerti, memahami, dan melaksanakan syahadatain. Manusia berdosa akibat melalaikan pemahaman dan pelaksanaan syahadatain.
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” [QS. Muhammad (47): 19].
Kalimat “dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan” menunjukan bahwa ketidakkonsistenan sikap seseorang dengan pernyataan tauhidnya (Laa ilaaha illallah) adalah perbuatan dosa. Karena pernyataan tersebut pada hakikatnya adalah pernyataan ikrar kecintaan, ketaatan, dan rasa takut hanya kepada Allah semata. Maka, bila seseorang muslim tidak menunaikan shalat, tidak menutup aurat, dan atau terlibat dalam pergaulan bebas antar lawan jenis, hal itu merupakan sikap tidak konsisten dengan pernyataan Laa ilaaha illallah. Karena dengan sikap seperti itu, cinta, taat, dan rasa takutnya tidak diarahkan kepada Allah, tetapi kepada hawa nafsunya sendiri.
Manusia menjadi kafir karena menyombongkan diri terhadap Laa ilaha illallah dan tidak mau mengesakan Allah.
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri.” [QS. As-Shaffat (37): 35].
Yang dimaksud menyombongkan diri ketika diperdengarkan kalimat ”Laa ilaaha illallah” tidak semata-mata karena tidak mau mengucapkan atau mendengarkannya, tetapi yang yang dimaksud adalah substansinya, yaitu hanya taat, takut dan cinta kepada Allah. Karena itu kesombongan diri dalam ayat ini maksudnya adalah sikap tidak mau taat dan tunduk kepada perintah Allah, seperti tidak mau mengerjakan shalat, tidak menutup aurat, tidak menjauhi pergaulan bebas, berkhalwat dengan yang bukan mahramnya, dan sebagainya.
Yang dapat bersyahadat dalam arti sebenarnya adalah hanya Allah, para malaikat, dan orang-orang yang berilmu, yaitu para nabi dan orang yang beriman kepada mereka.
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan; para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu): tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Ali Imran (3): 18].
Manusia bersyahadah di alam arwah sehingga fitrah manusia mengakui keesaan Allah. Ini perlu disempurnakan dengan syahadatain sesuai ajaran Islam.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mMereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” [QS. Al-A’raf (7): 172].
0 comments:
Post a Comment